Breaking

LightBlog

Wednesday, November 30, 2016

Peran Bahasa pada Masa Prakemerdekaan Dan Ekspresi Nasionalisme




Assalamualaikum Wr Wb, Selamaat malam teman-teman semua. Pada kesempatan kali ini saya ingin mencoba membagi ilmu tentang Peran Bahasa Indonesia dalam menumbuhkan Nasionalisme pada masa Pra Kemerdekaan dan Ekpresi yang diungkapkan. Ilmu ini saya dapatkan pada saat menempuh mata kuliah bahasa Indonesia semester 3 (tiga). Topik yang diangkat oleh dosen saya yaitu mengenai arti penting suatu bahasa.

Menurut diskusi dari kelompok kami mengenai peran bahasa indonesia dalam menumbuhkan nasionalisme pada prakemerdekaan sebagai penghubung dan pemersatu, itu dibuktikan dengan adanya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktokber 1928.

Alasan kenapa kami mengatakan bahwa peran bahasa indonesia sebagai penghubung dan pemersatu ialah :

Di antara ahli nasionalis barat sebenarnya masih memperdebatkan apakah bahasa merupakan salah satu syarat kebangkitan nasionalisme. Menurut Renan, hanya melalui kemauan dan tekad bersamalah, nasionalisme itu akan bangkit. Masalah etnisitas, persatuan agama, dan bahasa tidak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Hanya saja Renan kemudian menggaris bawahi bahwa persatuan bahasa mempermudah perkembangan nasionalisme (Frank Dhont, 2005: 8).

Berbeda lagi dengan Eli Kedouri, dia berpendapat bahwa persatuan bahasa juga sebagai landasan nasionalisme. Alasannya dikarenakan bahasa adalah media penyampai dapat berupa gagasan dan lainnya yang bisa menghubungkan dan mengikat banyak orang dalam kesatuan (Eli Kedourie, 1960: 19-20). Senada J. Stalin juga mengungkapkan bahwa bahasa merupakan pemersatu dan pencetus kebersamaan nasionalisme yang sangat hebat (Benedict Anderson, 2001). Melalui tiga teori di atas, kita dapat menangkap walaupun memang bahasa bukanlah syarat mutlak atas kebangkitan nasionalisme.

Namun patut dipahami bahwa bahasa juga yang terkadang menyampaikan nasionalisme. Tidak bisa dibayangkan bagaimana Indonesia dulu, yang beranekaragam bahasa, mulai dari bahasa Aceh, Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Madura dan berbagai wilayah di tengah dan timur dapat disatukan nasionalismenya melalui bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang kita kenal saat ini adalah bahasa yang diambil dari bahasa Melayu yaitu bahasa yang aslinya sering digunakan di sekitar Malaka yang kemudian menyebar ke hampir seluruh kepulauan Indonesia. Karena penyebarannya yang cukup luas, membuat bahasa ini pada akhirnya dijadikan bahasa lingua franca yaitu bahasa penghubung antar wilayah Indonesia saat melakukan rutinitas perdagangan (Nurcholish Madjid, 2004: 37-38).

Ada dua alasan kenapa mereka lebih memilih bahasa Melayu ketimbang bahasa lokal lainnya di Indonesia. Pertama, dikarenakan bahasa ini lebih mudah dipelajari. Kedua, dikarenakan bahasa ini sudah banyak dipahami semua orang di kepulauan Indonesia. Sehingga jelas, kenapa pada akhirnya, bahasa Melayu lebih dipilih sebagai basis untuk menciptakan bahasa Indonesia (R.Nugroho, 1957: 23-28).





Pada awal abad ke-20, beberapa organisasi telah mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia. Tentu saja bahasa Indonesia yang dipromosikan ini adalah bahasa Melayu yang sudah dimodifikasi. Ada dua alasan kenapa mereka akhirnya memodifikasi bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Pertama, untuk menyebarluaskan gagasan nasionalisme di Indonesia, alasan kedua yaitu demi mengimbangi bahasa Belanda. Pada awalnya kolonial mencoba untuk menanamkan bahwa bahasa Belanda sebagai bahasa elit. Ini terlihat dari upayanya yang membangun penggunaan bahasa Belanda dalam segala macam birokrasi, administrasi, dan pendidikan. Oleh karena itu, sebelum bahasa Belanda nantinya dianggap semua orang sebagai bahasa elit, maka pejuang nasionalis kita pun mengantisipasinya dengan menciptakan bahasa Indonesia. Dengan cara memodifikasi bahasa Melayu yang relatif sudah diterima semua orang. Kemudian untuk memperkuat kedudukan bahasa Indonesia diadakanlah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Di mana sumpah pemuda itu diciptakan pengakuan untuk menggunakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia untuk sekian kali dijadikan media oleh para tokoh nasionalis dalam menumbuhkan semangat untuk lepas dari penjajah. Ini terlihat dengan dibuatkannya kumpulan puisi berbahasa Indonesia pada tahun 1933 dengan tema yang menceritakan mengenai perjuangan. Selain itu, ada pula propaganda-propaganda nasionalisme yang dibuat dalam format majalah dengan menggunakan bahasa Indonesia seperti yang terdapat pada “Majalah Indonesia Merdeka”, “Majalah Soeloeh Indonesia”, dan “Majalah Indonesia Moeda” (Frank Dhont, 2005: 18-20).


Dari apa yang sudah dijelaskan di atas, kami menyimpulkan bahwa dari awal pergerakan nasional ternyata faktor bahasa juga menjadi bagian terpenting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di mana bahasa menjadi jalan penghubung dan pemersatu antar wilayah di Indonesia. Bayangkan dengan beranekaragam etnis dan bahasa pada saat itu, ternyata hampir semuanya bisa menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ini menunjukkan bahwa mereka sudah mempunyai keinginan kuat untuk mewujudkan bayangan Indonesia. Dengan cara menerima hal-hal yang dapat menggambarkan ke Indonesiaan salah satunya melalui bahasa. Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa bahasa juga jiwa nasionalisme di Indonesia. Bila seandainya kita tidak memeliharanya, sama saja kita mulai melepaskan jiwa nasionalisme itu.

Referensi :
Mukh doyin, wagiran. 2012. Bahasa indonesia pengantar penulisan karya ilmiah. Semarang: UNNES Press
http://www.kompasiana.com/robby.anugerah/melihat-kembali-nasionalisme-kita-melalui-bahasa-indonesia_5517e78b813311cc669dec65


No comments:

Post a Comment

Adbox